14 Mei 2008

Blog Pawon Sastra Diluncurkan

Artikel berikut saya kutip dari http://harianjoglosemar.com dengan tanpa mengurangi atau menambah tulisan di dalamnya. Saya berharap ini akan bermanfaat bagi pembaca.

Rumah sastra sebagai salah satu komunitas sastra dan para sastrawan di Kota Solo, kembali membuat gebrakan baru dengan melaunching pawonsastra.blogspot.com. Blogspot sebagai media sosialisasi bulletin Pawon Sastra bermaksud mengedepankan keberadaannya sebagai media ekspresi dan kreativitasan dari para penulis yang pantas diperhitungan bagi Kota Solo khususnya dan dunia penulisan di Indonesia. Termasuk juga forum komunitas bersifat elektronik yang dapat dipakai untuk memperkenalkan tulisan-tulisan para penulis dan agenda program Rumah Sastra.

Joko Sumantri pendiri Rumah Sastra, Petoran Jebres, mengemukakan bahwa acara yang digelar bersamaan dengan momen Valentine’s Day di Rumah Sastra dan syukuran tumpengan tersebut sesungguhnya sangat terlambat. “Seharusnya blogspot dilaunching saat ulang tahun Pawon Sastra yang pertama, 29 Januari lalu,” ujarnya. Namun, kesibukan dari para pengurus Pawon yang menjadi salah satu kendala, dan baru terealisasi di bulan Februari ini.

Lebih Lanjut Joko menjelaskan bahwa kehadiran blogspot yang akan senantiasa diupload sebulan sekali akan mampu memfasilitasi para penikmat sastra dengan sajian berbagai tulisan dari para penulis Solo dan sekitarnya. Penulis-penulis itu adalah Kabut, Tia Setiadi, Riri dan Agus Manaji. Baik itu karya berupa artikel, puisi, cerpen dan juga esai.

“Agenda-agenda kegiatan yang akan dibuat Rumah Sastra pun bisa diakses di blog tersebut,” tutur Joko. Ia juga menambahkan di antaranya adalah kemah sastra sebagai salah satu agenda terbaru dan mendekati hari H, yang akan diadakan 20-23 Maret bertempat di Padepokan Lemah Putih Mojosongo. Kemah yang diharapkan diikuti oleh para pelajar, mahasiswa dan umum sebagai proses pembelajarn sastra yang santai, egaliter, dan segar. Sehingga pada akhirnya akan meningkatkan relasi posiitif antar penulis di Solo, antara pelajar dan mahasiswa, juga calon penulis yang selama ini terkesan takut menulis dan merasa kesulitan untuk memulai suatu tulisan entah dengan bentuk apapun juga. (qds)

Rumah Pramoedya Diusulkan Jadi Cagar Budaya

Berikut ada sedikit kabar gembira bagi dunia sastra kita. Artikel ini sengaja saya kutip dari http://www.kompas.com karena saya menganggap ini sangat penting bagi kita yang menggeluti dunia sastra yang akhir-akhir ini mulai menggeliat. Dan tanpa mengurangi rasa hormat saya sedalam-dalamnya maka saya tidak mengubah isi dari artikel tersebut. Selain itu, saya tetap memuat sang penulisnya. Semoga bermanfaat. Amin...

BLORA, SENIN
-Pemerintah Kabupaten Blora mendukung dan siap mengusulkan rumah sastrawan Indonesia berkelas dunia, Pramoedya Ananta Toer, di Jalan Halmahera Blora, menjadi cagar budaya. Dalam waktu dekat ini, ia akan meminta Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Blora membentuk tim pengkaji .

Demikian dikatakan Bupati Blora Yudhi Sancoyo seusai membuka Lokakarya Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Publik dalam Menangani Bencana di Blora, Senin (5/5). Tanggapan itu terkait dengan permintaan sejumlah peserta diskusi Peringatan Dua Tahun Meninggalnya Pramoedya pada 30 April.

Waktu itu, salah seorang peserta diskusi Tejo Prabowo didukung Pastor Gereja Paroki Santo Pius X Blora Tri Budi Utomo, Pr, mengusulkan rumah sastrawan yang pernah dua kali dicalonkan sebagai penerima Nobel itu dijadikan cagar budaya. Pasalnya, selain bangunannya relatif tua, rumah itu menjadi saksi bisu kehidupan sastrawan Generasi 45 asal Blora.

Mereka menilai rumah itu dapat menjadi sumber inspirasi penggemar Pram dan karya-karyanya. Tempat itu juga dapat menjadi ruang terciptanya pendidikan karakter para remaja sekarang ketika mengenali Pram secara lebih dekat.

Yudhi menangkap gagasan itu sangat luar biasa, karena nama Kabupaten Blora dapat turut terangkat. Ia berharap rumah itu menjadi referensi yang lengkap tentang Pram, menyangkut perjalanan hidup, karya-karya sastra dan jurnalistik, pemikiran, serta spiritulitas hidupnya.

Meskipun demikian, disadari bahwa untuk mewujudkannya bukan perkara mudah karena diperlukan pengkajian budaya, sejarah, dan pertimbangan para ahli yang berkompetan di bidang itu. Kajian itu juga membutuhkan data dari saksi hidup yang mengetahui sosok Pramoedya. Pada akhir proses nanti, pencetusan itu harus mendapat persetujuan dari Departemen Pariwisata dan Kebudayaan.

"Pemkab Blora melalui Kantor Pariwisata dan Kebudayaan berjanji akan mewujudkan hal itu. Dalam waktu dekat ini, saya akan meminta mereka membentuk tim pengkaji," kata dia.

Rumah Pram didirikan M Toer, ayahnya (1922-1925, yang di dalam buku-buku "biografi" Pram disebut-sebut sebagai aktivis Taman Siswa. Rumah yang masih didominasi kayu jati itu sudah direnovasi dua kali pada 1954 dan 2003. Saat ini, rumah itu menjadi tempat tinggal adik-adik Pram, Soesilo Toer dan Waluyadi Toer.

Secara terpisah, Soesilo Toer (71) menyambut baik gagasan itu. Ia dan keluarga besar Toer juga berkomitmen tidak akan menjual rumah dan tanah itu. "Pencanangan cagar budaya itu membuat rumah tetap utuh dan lebih terlindungi, termasuk juga di dalamnya kisah hidup, karya, dan pemikiran Pram," kata dia. (HEN)

Alb. Hendriyo Widi Ismanto

Dariku Yang Mati

selembar kertas di ujung senja
secangkir kopi dengan setia menemani
ujung penaku menancap tajam
berkeliaran liar memburu kata
membumikan kata firman
yang terlampau jauh di awang-awang
sejenak kepulan asap rokok membumbung
lantas otakku terpenjara
sebab tak aku temukan makna
antara kebebasan dan pembebasan
mungkinkah negeri ini belum terbebaskan?
sebab, selamanya aku hanya menghamba
tanpa harga diri
tanpa cukup gaji
hanya daki
bercampur peluh
aku mencebur dalam pergulatan sang waktu
mencipta dimensi yang tak pernah aku ingini
sebab, sejak lahirku aku terbebas
dan kini
ijinkan aku membebaskan diri
sebelum negeri ini benar-benar
tergolek lemah
sebatang rokok kini terbiar
di atas asbak tembikar
aku terbakar
dan yang sempat ku tulis
sebelum aku pergi
'maafkan aku yang terlalu cepat pergi, istriku'

Ribut Achwandi_Komunitas Godhong

Muhammad





















Oh Muhammad,
yang menebar cahaya kasih ilahi,
yang mengajari cinta di atas gersang padang,
yang meluruskan hati dengan pedang cinta,
yang merapatkan shaf dalam penghambaan cinta,
Al fatihah bagimu,
agar syafaat tercurah bagi kami
rumpun doa-doa
yang kami jumputi dari wewangi
bunga-bunga taman ujung hari
maka urapilah jiwa kami dengan wewangi kesturi
agar pantaslah kami mendudukkan
diri kami tepat di sampingmu

Oh, Muhammad
tuangilah cawan-cawan kosong kami
dengan air murni zam-zam
agar mampu kami berkaca padanya
sehina apakah diri kami

Oh Muhammad,
yang membukakan pintu-pintu kasih
gerbang yang kau tunjuk
di sanakah Tuhan akan menanti kami?
ajari kami, agar Tuhan tersenyum pada kami
sebelum benar-benar kami
sampai di depan gerbang

Seekor Kutu di Balik Rambut Sang Nabi



Aku hanya seekor kutu
yang bersembunyi di antara ribuan helai
rambut sang nabi
yang menyusup di balik sabda
yang dengan diam-diam menguping
dan menyontek setiap kalimat
tapi aku hanya seekor kutu
toh akal tak guna pula
sebab bebal aku
sebagai seekor kutu
manalah mungkin
aku mampu berpikir